Jakarta: (indonesiadailynews.id) – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI berkomitmen untuk selalu patuh dan proaktif dalam menerapkan prinsip prudential banking, terutama dalam hal menentukan kecukupan modal perseroan.
Saat ini, otoritas sedang memantau pelaksanaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2022 mengenai Perubahan Kedua terhadap POJK Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) bagi Bank Umum.
Dalam peraturan tersebut, Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko pasar akan digunakan dalam menghitung Rasio Kecukupan Modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) mulai Januari 2024.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyatakan, permodalan menjadi fokus utama BNI dalam mengembangkan usaha sambil mengelola berbagai risiko yang dihadapi.
Oleh karena itu, BNI telah mempersiapkan infrastruktur untuk mendukung penerapan ketentuan baru dalam perhitungan ATMR untuk risiko pasar sesuai dengan aturan OJK tersebut.
“Kami akan selalu bekerja sama dengan otoritas. BNI telah melakukan simulasi. Tahun depan, kami sudah siap untuk aturan baru ini. Kenaikan kami dari ATMR sebelumnya kurang dari 10%, jadi sangat minimal,” ujar Royke.
Secara khusus, BNI telah melaporkan hasil dari perhitungan Uji Coba ATMR untuk risiko pasar sesuai dengan ketentuan POJK 27/2022 untuk posisi Juni 2023.
Hasil perhitungan ATMR untuk risiko pasar BNI menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan dan masih di bawah 10%. Hal ini disebabkan oleh karakteristik portofolio dan transaksi BNI per Juni 2023 yang relatif sederhana.
Royke melanjutkan, BNI terus menjaga rasio kecukupan modal atau CAR pada level yang sangat kuat, yaitu 21,6% per Juni 2023, naik dari 18,4% pada periode yang sama tahun lalu. Posisi ini jauh di atas persyaratan minimum sebesar 13,8%.
Oleh karena itu, Royke percaya bahwa posisi kecukupan modal BNI saat ini sangat prudent.
Dalam hal ini, Royke juga mengapresiasi inisiatif OJK dalam menerbitkan peraturan tersebut. Menurutnya, aturan ini sangat positif bagi industri perbankan untuk menjadi lebih prudent dalam pemilihan investasi.
Selain itu, aturan tersebut juga akan mendorong perbankan untuk tidak terlalu terfokus pada penerbitan surat berharga.
“Menurut saya, ini adalah aturan yang sangat baik untuk membuat bank lebih prudent dalam memilih investasi. Selain itu, pada dasarnya bank adalah lembaga kredit, sehingga portofolionya seharusnya lebih banyak terdiri dari kredit daripada surat berharga,” tambahnya. (*)